Monday 10 September 2018

Peran Strategis Penyuluh Swadaya Dalam Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Indonesia

Nama               : Aprilia Kartini
NIM                : 16/395564/PN/14605
Golongan         : A5.2

Judul  : Peran Strategis Penyuluh Swadaya Dalam Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian                  Indonesia
Oleh   : Syahyuti, 2014
Jurnal : Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 32 No. 1 : 43-58

Di Indonesia, keterlibatan petani sebagai pendukung dan pelaku langsung dalam kegiatan penyuluhan telah berlangsung cukup lama dengan berbagai pendekatan. Penyuluh hadir secara massif bersamaan dengan implementasi program revolusi hijau di era 1970-an hingga 1990-an. Hal tersebut mengakibatkan dampak positif serta menuai kritik terhadap revolusi hijau yang di anggap keberhasilan dan juga kelemahan dari penyuluh itu sendiri. Revolusi hijau dikritik karena memungkinkan pencemaran lingkungan oleh bahan kimia, namun produktifitas tanaman menjadi meningkat, sehingga penyuluhan pun menjadi persoalan. Penyuluhan Indonesia selama ini masih berorientasi sektoral dan orientasi pada hal-hal yang bersifat konsultasi masih lemah. Tenaga penyuluh secara khusus diangkat tahun 1970-an dalam program Bimas untuk menyebarluaskan teknologi intensifikasi pertanian yang dikemas dalam panca usaha tani. Pada era Bimas ini penyuluh pertanian di Indonesia memegang peranan yang sentral yang secara umum menyelenggarakan berbagai demonstrasi perbaikan usaha tani dengan memberikan informasi pertanian yang bermanfaat serta mengajarkan keterampilan bertani kepada petani, melakukan evaluasi dan pemecahan masalah, membina kelompok tani dan kontak tani, membantu terselenggaranya kegiatan petani dalam usaha tani serta menimbulkan swadaya dan swadana dalam kegiatan perbaikan usaha tani tersebut.
Sejak tahun 1970-an world bank telah membiayai program dengan metode LAKU ( latihan dan kungjungan). Metode ini memberi tekanan kepada pengorganisasian penyuluhan. Hubungan dengan lembaga penelitian bersifat formal dan melakukan kontak secara teratur serta membuat pemetaan kerja sehingga lebih banyak petani yang terjangkau. Petugas penyuluh menerima pelatihan regular dan berkonsentrasi pada permasalahan di lapangan. Pada awal tahun 1990-an berkembang metode sekolah lapang petani, yang mana petani yang sudah mahir dan berpengalaman selain belajar juga menjadi petani pemandu kelompok petani yang baru belajar atau berperan sebagai penyuluh juga. Metode sekolah lapang ini memadukan konsep dan metode agroekologi, pengalaman pendidikan dan pemberdayaan komunitas. Sebagau contoh SLPHT (sekolah lapangan pengendalian hama terpadu) yang memadukan teori dan pengalaman petani di lapangan. Kemudian  adanya pengembangan konsep SL adalah FBS (farm business school) yang mana merupakan penerapan dari metode SL untuk materi pengembangan pemasaran hasil pertanian yang bertujuan memperkuat usaha tani terutama dalam kegiatan pemasaran hasil pertanian.
            Pada era 1990-an, perubahan konsep dan paradigma penyuluhan mulai ramai diperbincangkan. Paradigma baru ini disusun dengan menyadari perubahan lingkungan dunia yaitu isu globalisasi dimana adanya kecenderungan pembangunan korporasi. Oleh karena itu, paradigm baru penyuluhan bertolak atas kekuatan pasar dengan orientasi agribisnis.  Petani telah cukup lama dilibatkan dalam penyuluhan pertanian, sejak era Bimas sudah dikenal kontak tani, yaitu petani yang komunikatif dipilih sebagai penghubung atau komunikator antara penyuluh dengan petani dikarenakan sulit untuk menjangkau seluruh petani. Selain sebagai pembantu penyululuh, petani juga menjadi pelaku dalam konsep metode belajar dari petani ke petani yang diyakini lebih efektif. Pada tahun 2004, munculah penyuluh swakarsa yaitu para kontak tani, petani pemandu, dan petani teladan yang berhasil dalam usaha taninya dan bersedia dan mampu menjadi penyuluh pertanian.
            Pada pendekatan penyuluhan klasik, tujuan penyuluhan pertanian adalah mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual serta mampu memecahkan permasalahan secara mandiri. Namun pendekatan ini menuai banyak kritik seperti masih menggunakan transfer teknologi yang cenderung searah dan sempit, hal ini disebabkan karena kegiatan penyuluhan yang menerapkan sistem yang kurang inovatif dan bergantung pada pemerintah. Kemudian ada tiga objek yang mau dirubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Paradigma baru ini umumnya disusun untuk konteks penyuluhan pembangunan pedesaan secara luas. Maka munculah metode baru dimana penyuluh memegang peran kunci dalam memfasilitasi akses komunitas dengan konsep baru yaitu bekerja dan belajar. Tantangan penyuluhan masa depan adalah bagaimana mengintegrasikan penyuluh pemerintah dan penyuluh swasta. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan pendidikan atau pelatihan, penyusunan kelembagaan yang berkelanjutan, serta pembangunan struktur kelembagaan yang menjamin keefektifan sektor publik dan swasta. Pada paradigma baru ini petani memiliki kontrol yang lebih untuk menentukan informasi apa yang mereka butuhkan, sehingga penyuluh lebih sebagai fasilitator dibandingkan sebagai seorang ahli.
            Ada peran-peran baru yang harus dijalankan seorang penyuluh, diantaranya ada empat peran penting. Pertama adalah peran pemberdayaan, dimana penyuluh membantu petani dan komunitas perdesaan untuk mengorganisasikan diri sendiri dan memberdayakannya untuk tumbuh dan berkembang. Kedua, peran mengorganisasikan komunitas. Disini penyuluh harus belajar prinsip-prinsip pengorganisasian komunitas dan keterampilan dalam menangani organisasi petani, untuk itu prnyuluh harus berperan langsung membantu petani dan memonitoring program. Ketiga, peran dalam pengembangan sumber daya manusi, dimana penyuluh memberdayakan petani dan memberikan kesadaran tentang peran baru yang dapat mereka mainkan. Keempat, peran dalam pemecahan masalah dan pendidikan. Peran ini sangat penting, selain memperhatikan petani secara individual, penyuluh harus memperhatikan lebih kepada organisasi-organisasi petani. Pengorganisasian komunitas merupakan hal yang penting dalam membantu menciptakan  pengembangan komunitas.
            Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 telah memuat berbagai pemikiran dan relative sejalan dengan paradigma baru penyuluhan pertanian. Penyuluh pertanian dalam UU ini dimaknai sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan penyuluhan yang mencangkup penyuluh pemerintah, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usaha taninya yang mau dan mampu menjadi penyuluh, karena penyuluh pada prinsipnya tidak hanya dapat dilakukan oleh petugas pemerintah, tetapi petani juga dapat menjadi penyuluh. Berikut beberapa indikator penerapan paradigma baru yaitu, pertama bahwa penyuluhan utamanya diselenggarakan berdasarkan demokrasi dan partisipasi. Kedua, penyuluhan tidak lagi sekedar peningkatan produksi pertanian, namun pada manusianya serta peningkatan modal sosial. Ketiga, penerapan manajemen yang terintegratif. Penyuluhan dilakukan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan pertanian. Keempat, menjadikan petani sebagai subjek penyuluhan dengan memfasilitasi dan mendorong peran pelaku utama dalam hal ini petani dalam pelaksanaan penyuluhan. Kelima, penyuluhan tidak lagi dimonopoli oleh pemerintah dengan diakuinya keberadaan penyuluh swadaya yang berasal dari petani dan penyuluh swasta yang ditandai dengan lahirnya Komisi Penyuluhan Pertanian sebagai organisasi independen.
            Sisi baru paradigma penyuluhan adalah penyuluhan partisipatif  bukan searah, sehingga dibutuhkan penyuluh yang berkemampuan mengembangkan komunikasi partisipatif denga petani dan mampu membangun jaringan berbasis komunitas. Petani tidak membutuhkan sekedar penyuluh tetapi seorang pendamping yang memberi pengetahuan serta terlibat secara langsung. Oleh karena itu, targetnya adalah membangun dan meemlihara hubungan interaktif antara pemerintah, swasta dan komunitas petani. Dalam konteks ini, penyuluh swadaya sangat sesuai karena penyuluh swadaya menjadi pelaku dalam pembangunan yang partisipatif serta memiliki kontrol terhadap komunitasnya dan lebih terlibat dalam pembangunan. Keberadaan tokoh local akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif, dimana masyarakat berperan dalam proses analisis perecanaan kegiatan dan penguatan kelembagaan sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. Untuk memperkuat  partisipasi, perlu penumbuhan kesadaran dan pengorganisasian masyarakat. Bersamaan dengan itu, pemerintah harus menciptakan kebijakan yang mendukung aksi mandiri masyarakat tersebut. Penyuluh swadaya sebagai bagian dari komunitas harus mampu membangun akses dan modal politik. Penyuluh swadaya jyga punya nilai lebih pada kepemilikan modal sosial. Penyuluh swadaya merupakan peran yang penting, karena penyuluh swadaya sebagai elemen yang mampu menumbuhkan dan menjaga modal sosial dalam komunitasnya. Indikator modal sosial mencakup norma, kepercayaan, jaringan sosial dan resiprositas yang terbentuk dalam komunitas seta kekompokan sosial, sehingga penyuluh swadaya dipandang sebagai penggerak komunitas, jika penyuluh swadaya dipandang sebagai human capital maka yang diberikan adalah pengetahuan dan keterampilan, sedangkan bila dipandang sebagai social capital, penyuluh swadaya diposisikan untuk memperkuat relasi dan penggerak komunitas yang dicirikan oleh daya kreatifitasnya. Penyuluh swadaya ini melakukan kegiatan penyuluhan dengan motivasi sosial, pelayanan, sekaligus bisnis, sehingga dalam prakteknya penyuluh pemerintah dan swasta saling konvergen dalam diri penyuluh swadaya.

            Pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian khususnya bagi penyuluh pertanian swadaya dan swasta selama ini dirasakan belum memiliki arah yang jelas dan belum optimal. Permasalahan lain adalah masih lemahnya fungsi dan peran penyuluh swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, masih rendahnya motivasi kerja, belum terciptanya mekanisme kerja antara ketiga jenis penyuluh, serta belum terciptanya kinerja penyuluh swadaya. Umunya peran penyuluh swadaya masih terbatas. Tugas mereka belum optimal karena ketiadaan pembagian pekerjaan yang jelas dengan penyuluh pemerintah. Pada diri penyuluh swadaya sesungguhnya melekat sekaligus sosok penyuluh dengan sifat melayani dengan sosok pelaku bisnis. Dalam konteks ini mereka menggunakan dua motivasi yaitu sebagai penyuluh dan pelaku bisnis. Hal ini diyakini akan lebih bertahan karena motivasi ganda yang saling menguatkan. Beberapa keunggulan penyuluh swadaya disbanding penyuluh pemerintah maupun swasta yaitu, pertama lebih mampu menciptakan penyuluhan yang partisipatif, mampu memainkan peran aktif dan memiliki kontrol dalam komunitasnya. Kedua, lebih mempu mengorganisasikan masyarakat karena umumnya terlibat langsung dalam organisasi petani. Ketiga, menjadi penghubung yang lebih kuat antara pemerintah dan petani. Keempat, agen bisnis yang potensial karena sebagian besar memiliki usaha yang aktif. Kelima, mampu mengajarkan teknologi dan keterampilan bertani lebih tepat. Keenam, mempunyai nilai lebih pada kepemilikan modal sosial. Oleh karena itu, penyuluh swadaya, memiliki peran yang strategis. 

3 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Nama : Yustika Pratiwi
    NIM : 16/394361/PN/14600
    No.Absen : 04
    Golongan : A5.2

    Nilai Penyuluhan :
    a)Sumber teknologi/ide :
    • Adanya sisi baru paradigma penyuluhan yaitu penyuluhan partisipatif yang tidak bersifat searah.
    b)Sasaran :
    • Sasaran langsung : petani dan keluarga.
    • Sasaran tidak langsung : penyuluh pertanian dan pemerintah.
    c)Manfaat :
    • Tulisan ini memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan karena memberi informasi mengenai peran penyuluh pertanian.
    d)Nilai pendidikan :
    • Adanya penyuluhan pertanian diharapkan dapat mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual serta mampu memecahkan permasalahan secara mandiri.

    Nilai Berita :
    1.Timelines :
    • Tulisan merupakan tulisan yang tidak bersifat baru namun masih sering dibahas atau diulas dikarenakan berkaitan dengan kinerja penyuluh pertanian.
    2.Proximity :
    • Tulisan ini ditujukan untuk para penyuluh dan petani agar lebih mengetahui peran dari penyuluh pertanian dikarenakan pentingnya penyuluh pertanian dalam membantu kinerja petani.
    3.Importance :
    • Tulisan ini mengandung berbagai informasi mengenai penyuluhan pertanian yang dapat digunakan oleh para petani dan penyuluh pertanian mengenai pentingnya penyuluhan pertanian.
    4. Policy :
    • Terbentuknya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 yang berkaitan degan penyuluh pertanian.
    • Lahirnya Komisi Penyuluhan Pertanian sebagai organisasi independen.
    5. Prominance : Tidak ada.
    6. Consequance :
    • Penyuluh pertanian dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 dimaknai sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan penyuluhan yang mencangkup penyuluh pemerintah, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya.
    7. Conflict :
    • Pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian khususnya bagi penyuluh pertanian swadaya dan swasta selama ini dirasakan belum memiliki arah yang jelas dan belum optimal.
    • Lemahnya fungsi dan peran penyuluh swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, masih rendahnya motivasi kerja, belum terciptanya mekanisme kerja antara ketiga jenis penyuluh, serta belum terciptanya kinerja penyuluh swadaya.
    • Peran penyuluh swadaya masih terbatas karena ketiadaan pembagian tugas penyuluhan yang jelas dari pemerintah.
    8. Development :
    • Keberadaan tokoh lokal dalam penyuluhan pertanian akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif, dimana masyarakat berperan dalam proses analisis perencanaan kegiatan dan penguatan kelembagaan.
    9. Disaster & crime: Tidak ada.
    10. Weather : Tidak ada.
    11. Sport : Tidak ada.
    12. Human interest : Tidak ada.

    ReplyDelete