Nama : Aprilia Kartini
NIM :
16/395564/PN/14605
Golongan : A5.2
Judul : Peran Strategis Penyuluh Swadaya Dalam
Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Indonesia
Oleh :
Syahyuti, 2014
Jurnal : Forum
Penelitian Agro Ekonomi, Volume 32 No. 1 : 43-58
Di Indonesia, keterlibatan petani sebagai pendukung
dan pelaku langsung dalam kegiatan penyuluhan telah berlangsung cukup lama
dengan berbagai pendekatan. Penyuluh hadir secara massif bersamaan dengan
implementasi program revolusi hijau di era 1970-an hingga 1990-an. Hal tersebut
mengakibatkan dampak positif serta menuai kritik terhadap revolusi hijau yang
di anggap keberhasilan dan juga kelemahan dari penyuluh itu sendiri. Revolusi
hijau dikritik karena memungkinkan pencemaran lingkungan oleh bahan kimia, namun
produktifitas tanaman menjadi meningkat, sehingga penyuluhan pun menjadi
persoalan. Penyuluhan Indonesia selama ini masih berorientasi sektoral dan
orientasi pada hal-hal yang bersifat konsultasi masih lemah. Tenaga penyuluh
secara khusus diangkat tahun 1970-an dalam program Bimas untuk menyebarluaskan
teknologi intensifikasi pertanian yang dikemas dalam panca usaha tani. Pada era
Bimas ini penyuluh pertanian di Indonesia memegang peranan yang sentral yang
secara umum menyelenggarakan berbagai demonstrasi perbaikan usaha tani dengan
memberikan informasi pertanian yang bermanfaat serta mengajarkan keterampilan
bertani kepada petani, melakukan evaluasi dan pemecahan masalah, membina
kelompok tani dan kontak tani, membantu terselenggaranya kegiatan petani dalam
usaha tani serta menimbulkan swadaya dan swadana dalam kegiatan perbaikan usaha
tani tersebut.
Sejak tahun 1970-an world bank telah membiayai
program dengan metode LAKU ( latihan dan kungjungan). Metode ini memberi
tekanan kepada pengorganisasian penyuluhan. Hubungan dengan lembaga penelitian
bersifat formal dan melakukan kontak secara teratur serta membuat pemetaan
kerja sehingga lebih banyak petani yang terjangkau. Petugas penyuluh menerima
pelatihan regular dan berkonsentrasi pada permasalahan di lapangan. Pada awal
tahun 1990-an berkembang metode sekolah lapang petani, yang mana petani yang
sudah mahir dan berpengalaman selain belajar juga menjadi petani pemandu
kelompok petani yang baru belajar atau berperan sebagai penyuluh juga. Metode
sekolah lapang ini memadukan konsep dan metode agroekologi, pengalaman
pendidikan dan pemberdayaan komunitas. Sebagau contoh SLPHT (sekolah lapangan
pengendalian hama terpadu) yang memadukan teori dan pengalaman petani di
lapangan. Kemudian adanya pengembangan konsep
SL adalah FBS (farm business school) yang mana merupakan penerapan dari metode
SL untuk materi pengembangan pemasaran hasil pertanian yang bertujuan
memperkuat usaha tani terutama dalam kegiatan pemasaran hasil pertanian.
Pada era 1990-an, perubahan konsep
dan paradigma penyuluhan mulai ramai diperbincangkan. Paradigma baru ini
disusun dengan menyadari perubahan lingkungan dunia yaitu isu globalisasi
dimana adanya kecenderungan pembangunan korporasi. Oleh karena itu, paradigm
baru penyuluhan bertolak atas kekuatan pasar dengan orientasi agribisnis. Petani telah cukup lama dilibatkan dalam
penyuluhan pertanian, sejak era Bimas sudah dikenal kontak tani, yaitu petani
yang komunikatif dipilih sebagai penghubung atau komunikator antara penyuluh
dengan petani dikarenakan sulit untuk menjangkau seluruh petani. Selain sebagai
pembantu penyululuh, petani juga menjadi pelaku dalam konsep metode belajar
dari petani ke petani yang diyakini lebih efektif. Pada tahun 2004, munculah
penyuluh swakarsa yaitu para kontak tani, petani pemandu, dan petani teladan
yang berhasil dalam usaha taninya dan bersedia dan mampu menjadi penyuluh
pertanian.
Pada pendekatan penyuluhan klasik,
tujuan penyuluhan pertanian adalah mengembangkan petani dan keluarganya secara
bertahap agar memiliki kemampuan intelektual serta mampu memecahkan
permasalahan secara mandiri. Namun pendekatan ini menuai banyak kritik seperti
masih menggunakan transfer teknologi yang cenderung searah dan sempit, hal ini
disebabkan karena kegiatan penyuluhan yang menerapkan sistem yang kurang
inovatif dan bergantung pada pemerintah. Kemudian ada tiga objek yang mau
dirubah dalam kegiatan penyuluhan, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan. Paradigma
baru ini umumnya disusun untuk konteks penyuluhan pembangunan pedesaan secara
luas. Maka munculah metode baru dimana penyuluh memegang peran kunci dalam
memfasilitasi akses komunitas dengan konsep baru yaitu bekerja dan belajar. Tantangan
penyuluhan masa depan adalah bagaimana mengintegrasikan penyuluh pemerintah dan
penyuluh swasta. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan pendidikan atau
pelatihan, penyusunan kelembagaan yang berkelanjutan, serta pembangunan
struktur kelembagaan yang menjamin keefektifan sektor publik dan swasta. Pada
paradigma baru ini petani memiliki kontrol yang lebih untuk menentukan
informasi apa yang mereka butuhkan, sehingga penyuluh lebih sebagai fasilitator
dibandingkan sebagai seorang ahli.
Ada peran-peran baru yang harus
dijalankan seorang penyuluh, diantaranya ada empat peran penting. Pertama
adalah peran pemberdayaan, dimana penyuluh membantu petani dan komunitas
perdesaan untuk mengorganisasikan diri sendiri dan memberdayakannya untuk
tumbuh dan berkembang. Kedua, peran mengorganisasikan komunitas. Disini
penyuluh harus belajar prinsip-prinsip pengorganisasian komunitas dan
keterampilan dalam menangani organisasi petani, untuk itu prnyuluh harus
berperan langsung membantu petani dan memonitoring program. Ketiga, peran dalam
pengembangan sumber daya manusi, dimana penyuluh memberdayakan petani dan
memberikan kesadaran tentang peran baru yang dapat mereka mainkan. Keempat,
peran dalam pemecahan masalah dan pendidikan. Peran ini sangat penting, selain
memperhatikan petani secara individual, penyuluh harus memperhatikan lebih
kepada organisasi-organisasi petani. Pengorganisasian komunitas merupakan hal
yang penting dalam membantu menciptakan
pengembangan komunitas.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2006
telah memuat berbagai pemikiran dan relative sejalan dengan paradigma baru
penyuluhan pertanian. Penyuluh pertanian dalam UU ini dimaknai sebagai
perorangan warga negara Indonesia yang melakukan penyuluhan yang mencangkup penyuluh
pemerintah, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya. Penyuluh swadaya adalah
pelaku utama yang berhasil dalam usaha taninya yang mau dan mampu menjadi
penyuluh, karena penyuluh pada prinsipnya tidak hanya dapat dilakukan oleh
petugas pemerintah, tetapi petani juga dapat menjadi penyuluh. Berikut beberapa
indikator penerapan paradigma baru yaitu, pertama bahwa penyuluhan utamanya
diselenggarakan berdasarkan demokrasi dan partisipasi. Kedua, penyuluhan tidak
lagi sekedar peningkatan produksi pertanian, namun pada manusianya serta
peningkatan modal sosial. Ketiga, penerapan manajemen yang terintegratif.
Penyuluhan dilakukan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan
pertanian. Keempat, menjadikan petani sebagai subjek penyuluhan dengan
memfasilitasi dan mendorong peran pelaku utama dalam hal ini petani dalam
pelaksanaan penyuluhan. Kelima, penyuluhan tidak lagi dimonopoli oleh
pemerintah dengan diakuinya keberadaan penyuluh swadaya yang berasal dari
petani dan penyuluh swasta yang ditandai dengan lahirnya Komisi Penyuluhan
Pertanian sebagai organisasi independen.
Sisi baru paradigma penyuluhan
adalah penyuluhan partisipatif bukan
searah, sehingga dibutuhkan penyuluh yang berkemampuan mengembangkan komunikasi
partisipatif denga petani dan mampu membangun jaringan berbasis komunitas. Petani
tidak membutuhkan sekedar penyuluh tetapi seorang pendamping yang memberi
pengetahuan serta terlibat secara langsung. Oleh karena itu, targetnya adalah
membangun dan meemlihara hubungan interaktif antara pemerintah, swasta dan
komunitas petani. Dalam konteks ini, penyuluh swadaya sangat sesuai karena
penyuluh swadaya menjadi pelaku dalam pembangunan yang partisipatif serta
memiliki kontrol terhadap komunitasnya dan lebih terlibat dalam pembangunan. Keberadaan
tokoh local akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif, dimana
masyarakat berperan dalam proses analisis perecanaan kegiatan dan penguatan
kelembagaan sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan. Untuk
memperkuat partisipasi, perlu penumbuhan
kesadaran dan pengorganisasian masyarakat. Bersamaan dengan itu, pemerintah
harus menciptakan kebijakan yang mendukung aksi mandiri masyarakat tersebut. Penyuluh
swadaya sebagai bagian dari komunitas harus mampu membangun akses dan modal
politik. Penyuluh swadaya jyga punya nilai lebih pada kepemilikan modal sosial.
Penyuluh swadaya merupakan peran yang penting, karena penyuluh swadaya sebagai
elemen yang mampu menumbuhkan dan menjaga modal sosial dalam komunitasnya.
Indikator modal sosial mencakup norma, kepercayaan, jaringan sosial dan
resiprositas yang terbentuk dalam komunitas seta kekompokan sosial, sehingga
penyuluh swadaya dipandang sebagai penggerak komunitas, jika penyuluh swadaya
dipandang sebagai human capital maka
yang diberikan adalah pengetahuan dan keterampilan, sedangkan bila dipandang
sebagai social capital, penyuluh
swadaya diposisikan untuk memperkuat relasi dan penggerak komunitas yang
dicirikan oleh daya kreatifitasnya. Penyuluh swadaya ini melakukan kegiatan
penyuluhan dengan motivasi sosial, pelayanan, sekaligus bisnis, sehingga dalam
prakteknya penyuluh pemerintah dan swasta saling konvergen dalam diri penyuluh
swadaya.
Pembinaan terhadap pelaksanaan
kegiatan penyuluhan pertanian khususnya bagi penyuluh pertanian swadaya dan
swasta selama ini dirasakan belum memiliki arah yang jelas dan belum optimal. Permasalahan
lain adalah masih lemahnya fungsi dan peran penyuluh swadaya dalam
penyelenggaraan penyuluhan, masih rendahnya motivasi kerja, belum terciptanya
mekanisme kerja antara ketiga jenis penyuluh, serta belum terciptanya kinerja
penyuluh swadaya. Umunya peran penyuluh swadaya masih terbatas. Tugas mereka
belum optimal karena ketiadaan pembagian pekerjaan yang jelas dengan penyuluh
pemerintah. Pada diri penyuluh swadaya sesungguhnya melekat sekaligus sosok
penyuluh dengan sifat melayani dengan sosok pelaku bisnis. Dalam konteks ini
mereka menggunakan dua motivasi yaitu sebagai penyuluh dan pelaku bisnis. Hal
ini diyakini akan lebih bertahan karena motivasi ganda yang saling menguatkan.
Beberapa keunggulan penyuluh swadaya disbanding penyuluh pemerintah maupun
swasta yaitu, pertama lebih mampu menciptakan penyuluhan yang partisipatif,
mampu memainkan peran aktif dan memiliki kontrol dalam komunitasnya. Kedua, lebih
mempu mengorganisasikan masyarakat karena umumnya terlibat langsung dalam
organisasi petani. Ketiga, menjadi penghubung yang lebih kuat antara pemerintah
dan petani. Keempat, agen bisnis yang potensial karena sebagian besar memiliki
usaha yang aktif. Kelima, mampu mengajarkan teknologi dan keterampilan bertani
lebih tepat. Keenam, mempunyai nilai lebih pada kepemilikan modal sosial. Oleh karena
itu, penyuluh swadaya, memiliki peran yang strategis.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteNama : Yustika Pratiwi
ReplyDeleteNIM : 16/394361/PN/14600
No.Absen : 04
Golongan : A5.2
Nilai Penyuluhan :
a)Sumber teknologi/ide :
• Adanya sisi baru paradigma penyuluhan yaitu penyuluhan partisipatif yang tidak bersifat searah.
b)Sasaran :
• Sasaran langsung : petani dan keluarga.
• Sasaran tidak langsung : penyuluh pertanian dan pemerintah.
c)Manfaat :
• Tulisan ini memberi manfaat bagi pihak yang berkepentingan karena memberi informasi mengenai peran penyuluh pertanian.
d)Nilai pendidikan :
• Adanya penyuluhan pertanian diharapkan dapat mengembangkan petani dan keluarganya secara bertahap agar memiliki kemampuan intelektual serta mampu memecahkan permasalahan secara mandiri.
Nilai Berita :
1.Timelines :
• Tulisan merupakan tulisan yang tidak bersifat baru namun masih sering dibahas atau diulas dikarenakan berkaitan dengan kinerja penyuluh pertanian.
2.Proximity :
• Tulisan ini ditujukan untuk para penyuluh dan petani agar lebih mengetahui peran dari penyuluh pertanian dikarenakan pentingnya penyuluh pertanian dalam membantu kinerja petani.
3.Importance :
• Tulisan ini mengandung berbagai informasi mengenai penyuluhan pertanian yang dapat digunakan oleh para petani dan penyuluh pertanian mengenai pentingnya penyuluhan pertanian.
4. Policy :
• Terbentuknya Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 yang berkaitan degan penyuluh pertanian.
• Lahirnya Komisi Penyuluhan Pertanian sebagai organisasi independen.
5. Prominance : Tidak ada.
6. Consequance :
• Penyuluh pertanian dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2006 dimaknai sebagai perorangan warga negara Indonesia yang melakukan penyuluhan yang mencangkup penyuluh pemerintah, penyuluh swasta, dan penyuluh swadaya.
7. Conflict :
• Pembinaan terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian khususnya bagi penyuluh pertanian swadaya dan swasta selama ini dirasakan belum memiliki arah yang jelas dan belum optimal.
• Lemahnya fungsi dan peran penyuluh swadaya dalam penyelenggaraan penyuluhan, masih rendahnya motivasi kerja, belum terciptanya mekanisme kerja antara ketiga jenis penyuluh, serta belum terciptanya kinerja penyuluh swadaya.
• Peran penyuluh swadaya masih terbatas karena ketiadaan pembagian tugas penyuluhan yang jelas dari pemerintah.
8. Development :
• Keberadaan tokoh lokal dalam penyuluhan pertanian akan lebih mampu menghasilkan partisipasi interaktif, dimana masyarakat berperan dalam proses analisis perencanaan kegiatan dan penguatan kelembagaan.
9. Disaster & crime: Tidak ada.
10. Weather : Tidak ada.
11. Sport : Tidak ada.
12. Human interest : Tidak ada.